Mangupura, todaysSpill.com
Tradisi Siat Yeh atau perang Air, yang digelar warga Banjar Teba, Jimbaran, Kuta Selatan (Kutsel), Minggu (30/3/2025) berjalan lancar dan seru. Meski di bawah guyuran hujan tidak menghalangi semangat warga melaksanakan tradisi unik ini. Terutama kalangan remaja dan anak-anak yang terpantau sangat antusias menyambut prosesi tahunan ini.
Tradisi Siat Yeh ini sendiri merupakan rekonstruksi kebiasaan masyarakat Jimbaran di masa lalu yang tetap dilestarikan hingga saat ini dan digelar sehari setelah Nyepi atau saat “,Ngembak Geni”.
Tadisi ini diawali dengan prosesi “mendak toya” di pantai barat dan pantai timur Jimbaran.
Dimana Ibu-ibu dari Banjar Teba, Jimbaran beriringan menjunjung kendi dari tanah liat berjalan beriringan menuju Pantai atau Segara diiringi remaja dan anak-anak di belakangnya. Mereka berjalan menuju pantai sisi Barat yang merupakan Pantai Jimbaran dan Pantai sisi Timur desa setempat yang merupakan kawasan rawa-rawa Teluk Benoa untuk “mendak toya” atau mengambil air.
Selanjutnya mereka kembali ke lokasi acara sambil bernyanyi nyanyi.
Selanjutnya air yang dibawa dari dua sisi pantai tersebut dijadikan satu sebelum dimulainya Siat Yeh atau saling lempar air dari warga yang sudah dibagi dalam dua kelompok ini.
Hadir membuka acara ini Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung didampingi Camat Kuta Selatan, Lurah Jimbaran, Danru Pol.PP Kuta Selatan serta tokoh masyarakat Jimbaran lainnya.
Dua kubu dari sisi timur dan barat ini selanjutnya saling lempar air menggunakan sendok dari batok kelapa.
Menurut Kelian Adat Banjar Teba, I Wayan Eka Santa Purwita, didampingi Kaling Teba, Wayan Arnawa pelaksanaan tradisi Siat Yeh ini juga sebagai simbol upacara penglukatan atau penyucian.
“Tradisi ini sebagai wujud rasa syukur dan bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang kami harapkan mampu meningkatkan kualitas diri serta menjadi dasar untuk kehidupan yang lebih baik,”ujarnya seusai kegiatan.
Eka menambahkan, Tradisi Siat Yeh ini sudah digelar sebanyak 6 kali sejak direkonstruksi kembali dari kehidupan masyarakat Jimbarana jaman dulu. Saat ini Siat Yeh juga sudah masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Karenanya dengan menyandang status ini tentu pihaknya di Banjar Teba Desa Adat Jimbaran ini akan terus bertanggung jawab yakni rutin menggelar tradisi ini setiap tahun secara berkelanjutan. Tentu tantangan yang dihadapi ke depan tidaklah ringan. Terutama bagaimana untuk terus menumbuhkan antusias masyarakat dan semua masyarakat di jimbaran bisa ikut serta menjalankan tradisi ini secara bersama-sama.

Siat Yeh: Kadisbud Badung bersama Camat Kutsel saat membuka pelaksanaan tradisi Siat Yeh di Banjar Teba, Jimbaran.
“Momen ini tidak hanya sebagai sarana pelestarian seni dan budaya, namun juga wadah untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekompakan di antara warga. Masyarakat sangat mendukung, apapun kegiatan yang sudah disepakati tentu menjadi tanggung jawab kami untuk menjalankanya,” ucapnya.
Eka Santa lebih jauh menjelaskan jalannya prosesi Siat Yeh ini diawali dengan mengambil air di dua sumber air berbeda. Yakni di Pantai Suwung atau Rawa di sebelah Timur, dan pantai Segara di sebelah Barat Jimbaran.
“Air yang diambil dari dua sumber berbeda ini lah yang kamk satukan sebagai sarana melukat dalam tradisi siat yeh. Karena Siat yeh ini menjadi sarana melukat untuk menghilangkan hal-hal buruk yang ada dalam diri manusia,” paparnya sembari menambahkan, prosesi ini sejalan dengan pelaksanaan Catur Brata Nyepi saat perayaan hari raya Nyepi. Dimana masyarakat saat itu sudah mulat sarira atau mengintrospeksi diri.
“Nah di hari ngembak geni ini, dilanjutkan dengan pangelukatan atau pembersihan yang disimbolkan dengan siat yeh,” ucap Eka.
Warga terutama kalangan remaja dan anak-anak tampak sangat antusias menyambut momen berharga ini. Tanpa kenal lelah mereka terus saling melempar air hingga acara usai dan dilanjutkan kegiatan seremonial di banjar tersebut. TS-01